Teruntuk Lelaki Ku - Chapter 1: Antara Rindu dan Semeru



Ada yang ditunggu dari sebuah kabar

Ada yang dinanti dari sebuah kehadiran

Ada yang dirasa dari sebuah keterombang-ambingan


Sudah jam 21.19 WIB (ketika tulisan ini dibuat), namun dirimu masih belum memberikan kabar. Hei, bung, kau dimana? Tak bisakah sekali saja kau memberikanku sebuah kabar? Aku sangat mencemaskanmu. Terakhir kau memberikan ku kabar, kau sedang dalam perjalanan menuju area Gunung Semeru. 27 Desember 2018, pukul 00.52 WIB. Kau bilang, agenda mendaki Gunung Semeru kali ini hanya tanggal 27 sampai 30 Desember saja, bukan? Tiga jam lagi menuju pergantian tanggal, 31 Desember 2018. Eh, tunggu, kau tidak sedang menambah hari untuk mendaki, kan? Kau tetap akan pulang hari ini, kan?

Kau masih ingat kan, jika kau masih mempunyai jadwal keberangkatan Malang-Surabaya pada 31 Desember 2018 pukul 04.30 WIB via Kereta Api Tumapel, dilanjutkan dengan keberangkatan Surabaya-Kiaracondong Bandung pukul 08.10 WIB via Kereta Api Pasundan?

1. Ah, mungkin di sana sedang tidak ada sinyal.

2. Ah, mungkin dia sedang dalam perjalanan menuju Malang.

3. Ah, mungkin handphone-nya sedang dalam kondisi lowbatt.

4. Ah, mungkin, mungkin, dan mungkin. Hanya itu yang bisa tergambar dari pikiranku. 
Aku lelah bermungkin-mungkin yang belum tentu nyata.

Bung, aku takut kau kelelahan. Terlebih tidak ada jarak untukmu beristirahat di Malang. Menjelang hari keberangkatanmu kemarin saja, kau tak sempat beristirahat. Kau mengisi waktumu dengan segala macam persiapan mendaki tanpa beristirahat terlebih dahulu. Walaupun kau masih menyempatkan waktu bertemu denganku sebentar. Apakah itu sudah menjadi kebiasaanmu, wahai Bung Alan yang hobi mendaki?

Bung, teman kau yang satu rombongan mendaki Gunung Semeru dengan kau itu, selalu melihat instastory ku selama kalian mendaki. Is there a signal? Ingin rasanya ku bertanya padanya tentang kabarmu, tentang kondisimu, tentangmu selama disana. But I can’t. Aku terlalu takut. Aku takut ia menganggapku terlalu mengekangmu.

Maafkan aku yang hanya bisa menumpahkan kecemasanku melalui tulisan ini. Aku tak cukup nyali untuk menyampaikannya langsung padamu, meskipun aku adalah seorang kekasihmu. Kelak ketika kau membaca tulisan ini, satu yang harus kau tahu; aku selalu mencemaskanmu selama masa pendakianmu, dan berharap kau segera memberikan ku sebuah kabar.


Semoga semesta mengizinkan kita bertemu walaupun hanya sebentar, di Stasiun Gubeng Surabaya, sebelum keberangkatanmu ke Kiaracondong Bandung.





Dariku yang masih berjuang menemukan judul skripsi.
Ditulis di Sidoarjo, 30 Desember 2018.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#hbc1904 - Euforia Rasa

#hbc1903 - Sesaat yang Abadi (1)

Sayang tapi Nggak Maksa, Gimana tuh Caranya?