Sayang tapi Nggak Maksa, Gimana tuh Caranya?
Halo, penikmat kata!
Kali ini aku mau sharing tentang gimana sih caranya kalo kita sayang sama seseorang, tapi tetep menjaga supaya terhindar dari yang namanya sakit hati?
Sudah lebih dari satu bulan, aku resmi menyandang status single pasca putus dengan seseorang yang pernah mati-matian ku perjuangan *eaa. Selama itu pula, aku berusaha mati-matian untuk menguatkan hati dan berbenah diri. Istilah kerennya, move on. Nggak gampang emang. Dari yang awalnya tiap update story di Whatsapp atau Instagram, aku selalu mencari namanya di deretan nama-nama yang lain. Dan, storynya nggak bakal ku hapus sebelum dia ngelihat. Padahal aku tau, sebelum storyku muncul pun sudah diskip duluan. Hahaha.
Makin lama aku makin nyadar, kalo aku kayak gitu terus, aku nggak bakal maju-maju. Aku juga akan makin disalahkan banyak orang kalo aku tetep stuck kayak itu. Akhirnya, beberapa hari kemudian, aku bertekad untuk move on. Caranya gimana? Salah satu caranya adalah, dengan menghilangkan centang biru di Whatsapp.
"Lah, apa hubungannya?"
Jadi gini, kalo kita menghilangkan centang biru, ketika kita update story, kita nggak akan tahu siapa yang sudah melihat story kita. Jadi, aku memilih jalan itu supaya aku nggak nyari-nyari nama dia lagi di deretan nama yang lain.
"Harus ya kayak gitu?"
Ya harus, kan aku pengen move on. Aku nggak mau meng-galau-kan dia lagi, sementara di luar sana masih banyak yang menunggu aku tersenyum *cieilah.
"Terus, berhasil nggak?"
Setelah kurang lebih 3 minggu aku menerapkan hal itu, Alhamdulillah berhasil. Bahkan, sekarang aku sudah berpikir "halah, bodoamat wes".
Nggak cuma menghilangkan centang biru sih, aku juga lebih mendekatkan diri ke Allah, minta diperkuat lagi hatinya biar nggak terjadi hal yang serupa lagi. Selain itu, aku juga sering dengerin ceramah Ustad Hanan Attaki di Youtube. Benar-benar moodboster deh ceramahnya itu. Aku suka cara pembawaannya, santai tapi serius.
"Pasca putus, apa kamu sama sekali nggak dekat sama cowok?"
Dekat yang gimana dulu nih? Dekat yang cuma sebatas kakak-adik atau gimana? Iya, aku dekat sama cowok kok di Kampus, tapi cuma sebatas kakak-adik. Teman-teman dekatku ataupun teman asisten Epidemiologi yang lain juga tahu itu. Aku selalu menceritakan apapun ke dia. Selain itu, aku juga dekat (lagi) sama cowok yang pernah aku sukai di tempatku PKL dulu. Kalo kamu baca postinganku sebelum ini, kamu pasti tahu gimana awalnya aku dan dia bisa dekat lagi. Banyak cowok-cowok yang berusaha deketin aku, tapi aku yang nggak ada respon. Malas rasanya harus memulai hubungan dengan orang asing yang berkedok 'teman' lagi.
"Loh, katanya cowok yang tempatmu PKL itu sudah mau nikah?"
Nah, ini yang mau aku bahas. November 2018 lalu, aku memutuskan untuk hilang kontak dengan dia karena dia nggak jujur sama aku. Awal perkenalan kami, dia sama sekali nggak bilang kalo sudah punya pacar. Sampai suatu ketika, aku menemukan fakta bahwa dia sudah punya pacar and will marry. Dan, lebih kecewanya lagi, aku dengar itu dari orang lain, bukan dari dia sendiri. Mendengar kalimat "dia sudah mau menikah" itu, aku langsung memutuskan untuk "yaudahlah, anggap aja kemaren nggak terjadi apa-apa. Toh dia juga sudah mau menikah, aku tahu diri kok".
Kita lost contact dari November 2018 sampai Desember 2018. Tapi aku masih menyimpan nomor Whatsappnya. I see every story update he has, tapi aku nggak berani bales storynya. Takut baper lagi. Januari 2019, kita mulai didekatkan lagi. Dia lumayan rajin bales storyku, sesekali nanya kabar dan ngajak diskusi. Tapi waktu itu aku cuma menanggapi seadanya, alias cuek, karena aku menjaga perasaan calon istrinya.
Februari 2019, kami menjadi semakin dekat. Aku inget banget salah satu percakapan kami yang menjadi awal mula kedekatan kami. Waktu itu, dia mengajakku untuk video call, tapi aku tolak dengan alasan takut dengan calon istrinya. Tapi dia tetap maksa, dan akhirnya ada video call masuk dari dia. Karena aku menghargai usaha dia dalam menyambung tali silaturahmi, akhirnya aku accept video call itu. Di situ aku menceritakan semuanya, tentang kemarahanku karena dia nggak jujur, sampai dia cerita masalah di hubungannya.
Kedekatan kami masih berlanjut hingga Maret 2019. Dan setiap kali aku berdoa di sepertiga malam untuk segera di dekatkan dengan jodohku, seakan-akan Allah malah semakin mendekatkan aku dengan dia. Pernah suatu ketika kita sama-sama bangun untuk melaksakan shalat tahajud di tempat masing-masing, karena dia lagi galau masalah hubungannya itu. Intinya, ketika tahajudku rajin, Allah malah semakin mendekatkanku dengan dia. Tapi ketika tahajudku melemah, Allah menjauhkanku dari dia. Aku pernah mikir, kayaknya dia adalah jawaban dari doa di sepertiga malamku, kayaknya emang dia jodoh yang telah ditetapkan Allah.
Tapi wallahu'alam, ini semua masih menjadi misteri. Akupun belum berani untuk melangkah ke tahap yang lebih jauh lagi karena aku masih belum punya apa-apa. Aku masih skripsian. Belum ada yang bisa dibanggakan dari diriku sendiri. Kalo dibandingkan dengan calon istrinya dia, ya jelas beda jauh.
Makanya, kalo ada yang nanya ke aku, "dia jadi nikah tahun ini ta?", aku selalu jawab, "in shaa Allah, doain yang terbaik aja buat dia".
Selama kita dekat, aku nggak pernah membatasi kegiatannya dia. Entah dia mau main, mau pulang, atau mau nge-date pun silahkan. Karena aku juga nggak punya hak untuk melarang. Dia juga statusnya masih milik orang lain.
Oh iya, aku ingat, dulu dia pernah bilang kalo rasa yang ku punya buat dia hanyalah sementara. Tapi nyatanya, sampai sekarang rasa itupun masih ada, bahkan nggak berubah sama sekali. Ya walaupun aku sudah pernah dikecewakan dia, tapi aku tau dia punya alasan tersendiri kenapa nggak jujur sama aku. Aku merasa nyaman ketika ada di dekatnya, meskipun sekadar cerita-cerita tentang masalah di hidupnya. Aku nggak pernah melihat dia dari materi ataupun latar belakang, tapi aku melihat dia dari kegigihannya dalam bekerja. Karena di pikiranku, "Percuma lulusan sarjana tapi pemalas, nggak mau berusaha lebih. Kesuksesanmu bukan berdasarkan latar belakang pendidikan, tapi berdasarkan kegigihan dan ketekunanmu dalam bekerja. Di luar sana banyak non-sarjana yang lebih sukses daripada sarjana".
Hey, Mas, aku sudah berhasil mematahkan omonganmu kan? Hehe.
Sekarang tinggal menunggu waktu. Waktu yang akan menjawab semuanya. Yang jelas, aku serahkan semuanya ke Allah SWT. Karena dialah yang maha mengetahui segalanya. Kalau emang pada akhirnya mereka jadi menikah, in shaa Allah aku sudah siap merelakannya. I love him, but I don't force. Karena aku percaya kalau jodoh, rezeki, dan maut sudah ada yang mengatur. Tugasku sekarang selain menyelesaikan pendidikan ini secepat mungkin adalah memperbaiki diri agar menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Semangaaat!
Jadi intinya, cara untuk sayang tapi tidak memaksa adalah dengan menyerahkan semuanya ke Allah SWT, dan yakin akan ketetapan-NYA. Jangan berharap ke manusia, karena manusia tempatnya kesalahan dan khilaf. Tapi berharaplah kepada Allah SWT, sang pemilik hati manusia.
Jadi intinya, cara untuk sayang tapi tidak memaksa adalah dengan menyerahkan semuanya ke Allah SWT, dan yakin akan ketetapan-NYA. Jangan berharap ke manusia, karena manusia tempatnya kesalahan dan khilaf. Tapi berharaplah kepada Allah SWT, sang pemilik hati manusia.
Malang, 8 April 2019.
Komentar
Posting Komentar