#hbc1906 - Yang Terpendam

Pintu kamar berhasil terbuka ketika penghuni depan kamarku bertanya padaku dari dalam kamarnya,

"Kamu dari fakultas apa?"

Yap, aku kembali menjadi anak kost ketika setahun lebih aku menjadi anak rumahan. Keadaan yang harus membuatku menjadi seorang anak kost lagi. Nanti aku ceritakan di kisah selanjutnya.

"Fakultas Peternakan", jawabku yang memilih masuk ke dalam kamar untuk menaruh tas dan melepas kaos kaki.

"Nama kamu siapa?", tanya perempuan itu yang kini sedang berdiri di depan pintu kamarku.

Aku mengulurkan tanganku, "Vina".

Zulfa namanya. Dia daru Fakultas Ilmu Administrasi. Entah jurusan apa, aku lupa nanya. Berperawakan tinggi yang sama seperti aku, rambut berambut gelombang, bentuk wajah bulat, namun dia lebih kurus dibanding aku.

Kali pertamanya aku mendapatkan teman baru, di kosan baru.


***
Kemarin.

"Vin, kamu ga minat nonton film horor?", tanya Zahra.

"Hah? Horor? Emang ada film horor yang bagus?"

"Ada. Film Satu Suro".

Aku bukan tipikal orang yang suka menonton film horor, karena aku orang yang penakut. Seumur hidupku, aku hanya satu kali menonton film horor. Itupun film horor asal luar negeri yang tentunya lebih totalitas dalam menggambarkan keseramannya.

Aku memang berencana untuk menonton film minggu ini, tapi bukan film horor yang aku mau.

Aku mengeluarkan handphoneku dari tas, dan mencari jadwal tayang film yang dia maksud.

"Yaudah. Ntar jam 7 ya", kataku memutuskan.

Zahra mengangguk.


***
Zahra sudah berada di depan kostku bersama dengan motornya ketika aku menutup pintu pagar. Dia menceritakan pengalamannya yang tersesat ketika sedang di perjalanan menuju kostku.

Kami bersama-sama menuju salah satu pusat perbelanjaan yang berada di kota Malang, dekat dengan kampusku.

Setibanya di tempat, kami bergegas menuju bioskop untuk memesan tiket.

"Film Satu Suro jam 19.20 untuk 2 orang, silahkan", kata Mbak Kasirnya.

Jam masih menunjukkan pukul 19.00 WIB. Sembari menunggu, kami memutuskan untuk membeli segelas Milk Tea di stand lantai bawah.

"Mas Ryan tau kalo kamu mau nonton?"

"Kalo dia ngelihat instastoryku sih, harusnya tau", jawabku.

Iya, aku baru saja mengupload tiket nonton kami ke akun instagramku. Suatu hal yang wajar dilakukan oleh seorang perempuan, bukan?

"Mas Ryan cemburu nggak, kalo kamu nonton atau jalan sama cowok lain?", tanya Zahra sembari membayar minuman yang ia beli.

"Belum tau. Selama ini pacaran sama dia kan aku nggak pernah nonton ataupun jalan sama cowok lain", jawabku.

"Iya ya, dia bakal cemburu nggak ya? Dia bakal marah nggak ya? Hmm, tapi kan... Dia cuek. Banget. Mana mungkin dia cemburu. Jangankan cemburu, dia aja nggak terlalu mikirin aku. Aduh, kenapa aku jadi mikir yang enggak-enggak gini sih!", kesalku dalam hati.

Kali ini, pertanyaan Zahra berhasil membuatku mencari-cari jawabannya.

Aku benci mendapatkan pertanyaan yang bahkan aku sendiri nggak tau jawabannya.

Kami kembali berjalan menuju bioskop, menaiki eskalator.

"Vin, beberapa hari yg lalu, kamu komen di postingan fotonya Mas Ryan, kan?", tanya Zahra yang sedang menyeruput segelas minuman yang baru saja ia beli.

"Iya, kok tau?"

"Tau lah, kan postingannya paling atas waktu aku lagi buka instagram".

"Dia bales komenmu, Vin?", lanjutnya.

"Enggak, malah diarsipkan", jawabku lirih.

"Hah? Diarsipkan? Kamu... tau dari mana, Vin?", Zahra nampak terkejut.

"Dia yang bilang sendiri", kali ini raut wajahku berubah menjadi datar.

"Kok... Alasannya apaan?"

"Yang nge-like sedikit katanya"

"Hah? Yaampu, Vin, nggak masuk akal banget alasannya!", Zahra mendelik.

Iya, aku tau alasannya nggak masuk akal. Iya aku tau apa alasan sebenarnya. Dia sedang berusaha menyembunyikan hubungannya denganku. Atau, dia sedang menjaga hati seseorang?

Aku tersenyum.

"Kamu nggak curiga, Vin?", dahinya mengkerut.

"Enggak. Aku percaya dia. Toh kalopun disana dia macam-macam, kan ada Allah. Allah kan tau semua yg dilakukan hambanya. Nanti Allah yang bales. Karena semua perbuatan kita pasti ada balasannya", kataku.

Zahra mengangguk.

Vina, kamu sok kuat.


***
Malam itu.

"Mas, postingan fotomu yang aku komen, kamu hapus ya?", tanyaku pada Mas Ryan, lewat WhatsApp.

"Enggak aku hapus, cuma diarsipkan", jawabnya.

"Kenapa diarsipkan? Karena ada komentarku? Jujur aja, Mas". Aku menanyakan sesuatu yang aku sudah tau jawabannya.

"Enggak, kok. Aku arsipkan karena emang yang nge-like sedikit".

Kamu bohong, Mas.

Kamu mengupload foto itu belum ada 24 jam. Baru 8 jam. Dan sudah kamu hapus. Gimana bisa kamu bilang yang nge-like postingan fotomu itu sedikit?

Apalagi, sejak 'dia' memfollow akun instagrammu, dan juga akun instagramku, aku makin yakin kalau feelingku itu benar.

"Oh, yaudah", jawabku singkat.

Aku tidak ingin berdebat. Aku tidak ingin membuat hatiku lebih sakit.

Tapi, Mas, apakah aku tidak akan pernah mendapatkan kejujuran dari dirimu?


***
Mataku berkaca-kaca. Seakan-akan sedang ada yang memaksa keluar dari bola mataku. Hatiku perih. Pertanyaan yang dilontarkan Zahra benar-benar membuat perasaanku kacau.

Sementara film akan dimulai dalam waktu 5 menit lagi.

"Aku suka film horor, Vin", celetuknya. Mungkin Zahra ingin menghiburku.

"Aku nggak suka. Takut. Tapi nggak tau kenapa, aku mau kamu ajak nonton film horor", kataku.

"Mungkin karena aku butuh hiburan untuk melepas penatku", aku membatin.

Film diputar tepat ketika kami baru menduduki kursi sesuai dengan nomor yang tertera pada tiket yang kami pesan.

Di sebelah kanan Zahra terdapat sepasang kekasih yang mana si laki-laki menduduki kursi sebelah kanan Zahra, sementara di sebelah kiri ku terdapat dua orang laki-laki yang nampak lebih muda dibanding kami.

Malam itu, kami menonton film horor yang sama sekali tidak aku minati.


***
Lampu theater menyala ketika film sudah selesai diputar. Aku menyalakan data seluler handphoneku, untuk melihat siapa yang mengirimkan pesan padaku lewat WhatsApp.

"Vin, kamu nggak izin Mas Ryan?"

Oh, please, kayaknya baru aja aku melupakan sejenak tentang Mas Ryan, sekarang malah dibahas lagi.

"Belum. Yaudah, aku izin sekarang ya", kataku yang sedang berjalan menuju pintu keluar theater.

Aku mengetikkan sesuatu pada room chat yang ku beri nama 'Mas Ryan❣️'.

"Mas Ryan, aku baru selesai nonton", kataku.

Beberapa detik kemudian,

"Nonton apa, Vin?"

"Satu Suro, film horor"

"Oalah hehe"

Garing. Aku mengerutkan dahi.

"Kamu nggak nanya, aku nonton sama siapa?"

"Sama temenmu cewek, mungkin"

Tiba-tiba, tanda centang pada WhatsAppnya dari yang berwarna biru, berubah menjadi warna abu-abu.

Iya, dia merubah settingan WhatsApp-nya. Tapi aku nggak tau gimana caranya.

"Kalo ternyata aku nonton sama cowok lain, gimana?"

"Aku block"

"Siapa yang kamu block?"

"Kamu"

"Jahat banget main block"

"Kamu duluan yang jahat"

"Oh, berarti kalo nonton sama cowok lain itu jahat, ya?"

"Iya"

Biasanya, Mas Ryan menghilangkan centang birunya menjadi abu-abu jika sedang ada masalah.

"Kenapa biru-birunya dihilangin? Biar nggak ketauan kalo ngelihat story orang? Haha", pancingku.

"Enggak kok", jawabnya singkat.

"Ya terus kenapa dong?", tanyaku sekarang yang benar-benar ingin tau.

"Kepo ya"

Mas, apa gunanya aku di dalam hidupmu? Sebenarnya, aku ini siapamu, sih? Pacar, atau cuma sekadar adik tingkat? Apa salahnya kalo aku menginginkan sikap yang saling terbuka dari kamu, menginginkan kamu memilihku untuk menjadi tempat curhatmu, atau sekedar berkomunikasi yang lebih dari biasanya?

"Mas Ryaannnnnn", aku mulai kesal.

"Maaf, ya, lebih baik kamu jangan chat aku dulu deh. Nanti aku chat kalo sudah normal", balasnya.

Perasaanku amburadul. Ibarat balon, kini ia meletus karena terkena paku.

Aku, yang berniat menonton film untuk mencari hiburan dan melepas penat, kini kembali mendapatkan kepenatan atas apa yang terjadi beberapa detik yang lalu.

Aku, seorang perempuan yang bukan hanya jauh dari fisikmu, melainkan juga hatimu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#hbc1904 - Euforia Rasa

#hbc1903 - Sesaat yang Abadi (1)

Sayang tapi Nggak Maksa, Gimana tuh Caranya?