Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2019

#hbc1904 - Euforia Rasa

Gambar
"Aku nggak punya apa-apa lagi selain foto kita, Mas". Entah sudah berapa kali aku mengucapkan kalimat itu. Kalimat yang menurutku 65%nya sebuah sindiran dan 35%nya sebuah kode. *** Long Distance Relationship, sebuah sebutan untuk sepasang kekasih yang menjalani hubungan jarak jauh. Semua orang tahu itu, tapi tidak semua orang mau menjalani hubungan yang seperti itu. "Kalau kamu nanya kenapa aku mau LDR an sama kamu, jawabannya hanya satu: aku mencoba bangkit dari kegagalanku yang sebelumnya", kataku pada Mas Ryan--Pacarku. *** Pertengahan 2015 yang lalu, aku disibukkan dengan kegiatan kuliahku di Kampus. Mulai dari harus mempersiapkan tugas-tugas ospek, awal masuk kuliah yang sudah diberi tugas oleh Bapak atau Ibu dosen, hari Minggu yang tidak pernah libur karena diisi kegiatan rohani, sampai lembur mengerjakan laporan praktikum. Begitupun Rizky, mantanku yang di Bandung. Dia sudah memulai perkuliahannya 2 minggu sebelum aku ospek. Aku masih ingat sa...

#hbc1903 - Sesaat yang Abadi (2)

Ibu sedang duduk di ruang tamu ketika aku datang bersama Mas Ryan. "Bu, kenalkan, ini Mas Ryan. Orang yang aku ceritakan kemarin", kataku sedikit takut. Ibu tersenyum dan menyalami Mas Ryan, begitupun Mas Ryan yang membalas senyuman Ibu. Selanjutnya, aku menyalami orang-orang yang sedang berada di rumah--Mas Yoga, Mbak Sita, Umi, dan Abah. Begitupun Mas Ryan. Ibupun mempersilahkan Mas Ryan untuk duduk di kursi tamu. Sedangkan aku langsung menuju dapur untuk menyiapkan teh hangat untuk Mas Ryan. "Itu pacar kamu, nduk?", tanya Ibu, terdengar halus sekali suaranya. Aku hanya tersenyum, tanda mengiyakan pertanyaannya. Aku membawa dua cangkir teh hangat--satu untukku, dan satunya lagi untuk Mas Ryan. Ibu yang sedang menggendong Qilla--anak pertama Mas Yoga mengikutiku dari belakang, dan duduk di sampingku. "Mas Ryan ini orang mana?", tanya Ibu. "Bandung, Bu", jawabnya. "Temannya Vina?" "Iya, Bu, tapi beda angkatan....

#hbc1903 - Sesaat yang Abadi (1)

Gambar
Di sudut ruangan itu, aku terdiam sembari menikmati dinginnya malam. Sudah sejak siang tadi, Malang diguyur hujan. Berselimut kerinduan yang tak tahu kapan akan terobati, aku mengingat kembali apa yang sudah terjadi satu bulan yang lalu. 16 Desember 2018. *** "Vin, bangun, sholat subuh" Pagi itu, April membangunkanku tepat pukul 04.30 WIB untuk melaksanakan sholat subuh. Sudah dua hari ini aku menginap di tempatnya. Melarikan diri dari kenyataan, berlindung dari harapan yang menyakitkan. Aku menginap sehari sebelum Mas Ryan--pacarku wisuda. Untungnya aku mempunyai teman sebaik April--teman SMAku yang bersedia menampungku kapanpun. Aku dan April berteman sejak kelas 1 SMA, dan kebetulan sekarang kami berada di perguruan tinggi yang sama. "Duluan aja, Pril", kataku setengah sadar. Tubuhku masih lemas, mengingat insiden semalam yang membuat seluruh isi makanan dalam perutku terpaksa dikeluarkan. Aku keracunan seafood. Sembari menunggu April selesai mela...

30hcb1902 - Kotak Pengakuan

Siang ini, cuaca di Kota Malang sangat terik. Aku melajukan sepeda motorku menuju sebuah bangunan. Bangunan itu tetap tegak berdiri meskipun dimakan waktu. Ya, bangunan itu adalah Kampusku. *** (handphone bergetar) "Vin, kamu dimana?", tanya seseorang di seberang sana. "Di Perpus nih, sebentar lagi jalan ke sana. Kamu tunggu di sofa lantai 1 aja", jawabku agak tergesa. "oke" (telpon terputus) *** Sudah jam satu siang, tetapi belum ada satu progresspun yang berjalan. Padahal, rencananya hari ini aku punya 3 agenda; mengurus surat izin penelitian, menemui dosen pembimbing PKL, dan membantu teman yang sedang melakukan penelitian pendahuluan. Namun belum ada satupun yang ku lakukan sampai saat ini. Aku berjalan menyusuri lobby kampus, berharap menemukan orang yang menghubungiku beberapa menit yang lalu. Tak lama kemudian, aku menemukannya. Seseorang itu duduk di sofa ditengah keramaian, sedang berdiskusi dengan seorang temannya. Sofa berwar...

30hcb1901 - Hujan dan Rindu

Kala itu Kota Malang sedang diguyur hujan. Ah, hujan selalu pandai membawaku kepada suatu kerinduan. Kerinduan yang tak tersampaikan. *** Sudah dua hari ini, komunikasi kita terbatas. Entah karena kamu yang sibuk, atau aku yang melarikan diri. Belum siap untuk menerima ekspetasi yang selalu tidak berbanding lurus dengan realita. Percakapan kita akhir-akhir ini dapat dilihat dengan layar full 6 inch, tanpa perlu scroll up. Dan selama dua hari itu pula, perasaanku menjadi gundah gulana. Tolong jangan tanyakan mengapa, karena aku sendiri tidak tahu jawabannya. "Gimana, Vin, sama Mas-nya?", tanya Dina, membuyarkan lamunanku. Alhamdulillah, baik. Cuma, akhir-akhir ini.. Entahlah. "Makan dulu, yuk. Aku laper", sahut Dony, temanku yang gembul. *** Makan ditengah rintik hujan gini, mengingatkan sesuatu padamu, Mas. Kita pernah berjalan menembus hujan, hanya demi sepiring seafood. Kamu ingat? "Don, aku mau incip sambalnya, dong", pinta Dina. Mer...