Apa Itu Alim?

Sebenarnya, apa yang anda pikirkan ketika mendapat pertanyaan “alim itu apa sih? Dan orang alim itu yang seperti apa?”. Pasti beberapa diantara kalian menjawab, orang alim itu kalau yang laki-laki selalu memakai sarung, peci dan baju kokoh ketika shalat, dan kalau yang perempuan ia menutupi auratnya dengan memakai kerudung, baju berlengan panjang dan rok panjang hingga menutupi mata kaki. Namun apakah semua laki-laki yang ketika sholat selalu memakai sarung, peci dan baju kokoh bisa dikatakan alim? Kalau dilihat dari segi luar (pakaiannya), jawabannya iya. Karena dia menghargai dirinya sendiri ketika dia berhubungan dengan tuhan. Namun kalau dilihat dari segi dalam (hatinya), kita tidak tau pasti jika kita tidak mengenalnya, dan itu butuh waktu yang cukup lama. Lalu apakah seorang perempuan yang menutupi auratnya sudah bisa dikatakan alim? Kalau dilihat dari segi luar (pakaiannya), jawabannya iya. Karena dia telah melakukan kewajibannya untuk menutup aurat. Namun dari segi dalam (hatinya), kita juga tidak akan pernah tau kalau kita tidak mengenalnya, dan butuh waktu yang lama pula.

Lalu ada juga yang menjawab, “orang alim itu orang yang tidak pernah lupa terhadap Tuhan-NYA, selalu mengikuti aturannya dan menjauhi larangannya”. Coba kalian pikirkan baik-baik, di dunia ini semua orang pasti pernah melakukan suatu kesalahan, bukan? Baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Begitupun juga orang alim, dia pasti pernah melalaikan kewajibannya dan melakukan apa yang dilarang Allah SWT. Contohnya pacaran. Kalian semua pasti tau bahwa pacaran itu dilarang oleh Allah SWT, karena akan menimbulkan zinah. Namun, hampir seluruh umat muslim di dunia ini ‘pernah’ berpacaran, termasuk orang alim. Mungkin ada yang berpendapat, “Pacaran itu lho cuma buat hal-hal yang positif aja, sebagai penyemangat hidup contohnya”. Namun apa benar bahwa pacaran itu bisa membuat kita semangat dalam menjalani hidup?

Dalam tulisan saya ini saya mengambil beberapa contoh. Ada teman saya yang sukanya gonta-ganti pacar. Sebut saja Darmi. Dia merasa bahwa hidupnya sudah tidak ada artinya lagi ketika dia tidak punya pacar. Dia juga selalu iri terhadap temannya yang punya pacar perfect. Karena tidak ada yang mengucapkan selamat pagi, menanyakan sudah makan atau belum, dll. Namun ketika dia punya pacar, dia menjadi seorang yang periang. Mereka sering pulang hingga larut malam, dengan alasan untuk belajar bersama maupun hanya untuk bermain saja. Sampai suatu saat pacarnya (sebut saja Parno) mengajak Darmi untuk melakukan hal yang negatif. Untung saja Darmi bisa menolak dan mengatasi keinginan Parno tersebut, dan tidak lama kemudian hubungan mereka kandas. Begitu seterusnya. Darmi adalah cewek yang taat sholat, selalu ingat Allah, namun dia tidak bisa hidup tanpa pacaran.

Lalu ada juga teman saya (sebut saja Juju). Dia terkenal dengan pribadi yang taat beragama dan lemah lembut namun sensitif, hingga beberapa laki-laki terpikat olehnya. Sudah banyak laki-laki tersebut yang menyatakan perasaannya pada Juju, namun Juju hanya memilih satu orang yang pas (sebut saja Paijo). Akhirnya Juju dan Paijopun berpacaran. Juju berharap Paijo bisa mengajarkan tentang agama Islam lebih banyak. Paijo memang orang yang taat beribadah, berilmu pengetahuan lebih tentang Islam, dan kalem. Sampai suatu saat ada seorang perempuan yang ingin belajar agama lebih bersamanya. Paijo sering mengajarinya mengaji. Terkadang mereka sholat berjama’ah, Paijo menjadi imamnya. Namun ternyata perempuan itu jatuh hati kepada Paijo karena sifatnya yang kalem serta taat beribadah. Mendengar kabar tersebut, perasaan Darmi menjadi kacau. Entah karena sifatnya yang sensitif atau karena ia terlalu mencintai Paijo. Tak jarang ia memergoki Paijo sedang berdua dengan perempuan itu, hanya untuk sekedar mengajari mengaji atau sedang bercanda. Akhirnya Darmi memutuskan hubungannya dengan Paijo karena ia merasa Paijo lebih memilih perempuan itu dan jarang mempunyai waktu untuk Darmi. Setelah putus dari Paijo, Darmi menjadi anak yang galauan dan suka berprasangka buruk terhadap orang lain.

Dari dua cerita diatas kita dapat mengabil kesimpulan bahwa tidak selamanya pacaran itu membuat kita menjadi bersemangat dalam menjalani hidup. Survei membuktikan bahwa pacaran sebagai penyemangat hanya terjadi sekitar  1-3 bulan saja. Lebih dari itu mulai muncul permasalahan dan mengakibatkan kegalauan.

Ada juga teman saya yang taat beribadah, cantik, kalem, namun ia suka menggunjing dan menyebarkan aib orang lain, agar orang lain juga ikut-ikutan membenci orang yang sama. Lalu apa yang kalian pikirkan tentang orang-orang tersebut? Bagaimana jika anda berada diposisi dia? Bagaimana jika anda yang menjadi orang yang disebarkan aibnya? Bagaimana perasaan anda? Sejenak pasti anda merasa mangkel, marah, dan mungkin ingin melabrak orang yang seperti itu. Namun ada beberapa orang yang mungkin hanya diam. Bukan karena ia takut, namun karena ia sadar bahwa setiap perbuatan pasti ada balasannya. Dan ia yakin ketika ada orang lain yang menyebarkan aibnya, maka Allah SWT akan menyebarkan aib orang itu pula. Hukum karma masih berlaku. Apa yang anda tanam adalah apa yang anda dapatkan. Ada juga yang bilang, “temennya itu lho ngapain ikut-ikut membenci orang yang sama? Biar apa? Biar kompak satu genk gitu?” saya pernah mendengar bahwa teman yang baik adalah teman yang akan mengingatkan kita disaat kita melakukan kesalahan, bukan malah mendukung kesalahan itu. Dan dia tidak akan langsung terpengaruh mempercayai perkataan temannya tersebut, namun dia akan menyelidiki lebih lanjut mengapa dia melakukan hal tersebut.

Lalu ada juga penyimpangan-penyimpangan dengan memakai atribut untuk sholat. Contohnya sarung dan kerudung. Saya pernah membaca berita di koran, beberapa waktu yang lalu telah terjadi pencurian di salah satu rumah warga. Ia memakai sarung untuk menutupi kepala dan badannya  agar warga tidak mengenali dia. Ada juga teman saya yang iseng kerudung yang harusnya dipakai untuk menutupi rambut, malah dikalungkan di lehernya. Alasannya hanya sekedar gaya-gayaan saja. Lalu ada juga teman saya yang menggunakan kerudung untuk mengikat tangan teman perempuannya di ranjang pada saat *maaf* mereka berhubungan intim. Tentu saja saya tidak setuju dengan apa yang mereka lakukan, karena mereka tidak bisa menempatkan barang sesuai fungsinya.

Kadang-kadang atas nama Agama kita menjadi egois. Tidak sedikit teman saya yang kelihatan alim memanfaatkan hal ini. Misalnya saja sewaktu sekolah atau kuliah. Ketika telat masuk kelas dan ditanya oleh guru atau dosen, mereka selalu beralasan kalau baru saja melakukan shalat jadi telat masuknya. Alasan yang rasanya tidak mungkin bisa dibantah oleh guru atau dosen. Padahal seringkali teman-teman saya ini tidak hanya shalat, tapi ngobrolnya yang lama. Kalau hanya shalat saja pasti lima menit selesai, paling lama sepuluh menit. Tapi beberapa teman saya ini sering telatnya sampai setengah jam. Padahal shalat setelah sekolah ataupun kuliah, waktunya juga masih ada. Inilah gambaran orang-orang alim disekitar kita. Memang, setiap orang pasti mempunyai kekurangan dan kelebihan.


Saya memang bukan orang alim dan saya sadar kalau saya bukan orang alim. Dan sejujurnya saya juga pernah melakukan apa yang seharusnya menjadi larangan Allah untuk dijauhi. Sekarang saya tersadar dan akan berusaha lebih baik lagi. Saya khawatir orang-orang yang merasa dirinya alim dan merasa semua perbuatan yang dilakukannya selama ini sudah benar justru terjebak dan tertipu dengan kealiman yang semu. Bagi saya, orang yang alim adalah orang yang bisa memaknai hidup. Mampu menjaga hubungan baik dengan Tuhan, manusia, dan alam secara seimbang. Kalau belum bisa, setidaknya ia sadar kalau dirinya belum bisa dan terus berusaha untuk memperbaiki. Segala sesuatu dihitung berdasarkan niatnya. Semoga kita semua tidak terjebak pada kealiman yang semu semata.


dikutip dari beberapa sumber.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#hbc1904 - Euforia Rasa

#hbc1903 - Sesaat yang Abadi (1)

Sayang tapi Nggak Maksa, Gimana tuh Caranya?