(Sesi Curhat) Diputusin Pas Lagi Skripsian

Assalammualaikum, halo penikmat kata!
Gimana nih kabar kalian? Sehat kan? Nah, kali ini, aku mau cerita tentang pengalamanku tentang diputusin pas lagi skripsian.

Buat yang belum kenal aku, perkenalkan, namaku Aul, aku adalah seorang mahasiswi tingkat akhir di salah satu perguruan tinggi negeri di kota Malang.

Sebelum masuk ke inti cerita, aku mau cerita dulu nih gimana awal perkenalanku dengan doi.

Jadi, aku kenal doi itu kalo nggak salah sejak aku duduk di bangku perkuliahan semester 4. Waktu itu doi udah semester 6. Kita beda setahun. Nah, waktu itu aku lagi suka sama temennya doi. Sebut aja Mas Senja. Kalo ditanya kenapa alasannya, jawabanku karena dia bisa menyejukkan hatiku. Tiap kali ketemu Mas Senja ini bawaannya hati jadi tenang gitu. Dan ternyata, doi ini kenal sama Mas Senja, dan aku cerita ke doi tentang momen-momen pertemuan menggelikanku dengan Mas Senja. Doi menawarkan diri untuk membantuku supaya aku bisa deket sama Mas Senja. Seneng dong aku huhu. Akhirnya sepakatlah kita.

Singkat cerita, semester 5 kemudian, aku jadian sama temen seangkatanku. Sebut aja si Child (karena selama 9 bulan pacaran, aku baru ngeh kalo sifatnya dia kekanak-kanakan alias childish). Bahkan kabar jadianku sama si Child ini cukup menggemparkan temen seangkatan dong:'). Nah gara-gara itu, si doi marah sama aku. Dia bilang kalo dia kecewa sama aku. Dia nggak enak sama Mas Senja karena selama ini dia udah ngebantuin aku supaya Mas Senja mau membuka pintu hatinya buat aku. Tapi... Monmaap nih yak, aku sama sekali nggak ngerasain efek bantuan dari doi. Aku ngerasa doi nggak bantuin apa-apa soal itu. Nggak tau lagi sih kalo doi emang bantuin aku 'di balik layar'. Karena aku ngerasa nggak enak sama doi, akhirnya aku minta ketemuan sama Mas Senja. Di pertemuan itu, aku mengungkapkan semuanya ke dia. Mulai dari aku yang suka sama dia tapi jadian sama cowok lain, sampe minta maaf tentang doi yang udah bantuin aku supaya deket sama dia. Aku juga minta supaya jangan ada jarak antara dia dengan doi. Karena aku tau rasa sungkannya doi ke dia gimana, setelah mereka tau kalo aku jadian sama cowok lain. Dan semenjak itu, aku nggak pernah ketemu dia dan doi lagi di kampus, nggak pernah komunikasi juga. Karena mereka lagi sibuk ngurusin semester akhirnya.

Sembilan bulan kemudian, aku putus sama Child. Tepatnya bulan Januari 2018 yang lalu. Tapi hubungan kita masih baik-baik aja. Masih sering ke kampus bareng.



***

Beberapa bulan menjelang akhir 2018, aku komunikasi lagi sama doi. Aku lupa gara-gara apa, pokok yang awalnya komunikasi lewat DM instagram, berlanjut lewat WA. Doi yang minta nomer WA ku. Awalnya cuma chat biasa, lanjut ke curhatanku yang waktu itu (hampir) ditinggal nikah someone, dan berakhir ke jadian. Nggak usah diceritain lah ya gimana awalnya kok bisa jadian, karena aku sendiri udah agak lupa. Kita jadian waktu doi lagi di perjalanan pulang ke Bandung. Doi bilang, kalo akhir 2018 nanti mau wisuda. Yaudah, berarti selepas bulan itu aku dan doi bener-bener LDR-an. Tapi pada waktu itu, jujur, aku belum ada rasa sama sekali sama doi. Hatiku masih sakit dan masih (sedikit) berharap sama Mas yang mau nikah.

"Lah terus, kenapa kamu mau nerima dia?"
Karena; yang pertama, aku udah pernah menjalani LDR dan berakhir di perpisahan karena mantanku selingkuh, dan aku pengen mencoba keberuntunganku lagi di LDR kembali. Yang kedua, doi adalah orang yang berkualitas dan disukai banyak orang (terutama wanita), dan suatu kebanggaan bagiku ketika doi nembak aku yang notabene hanya printilan dari orang-orang yang ada di kampus.

Seminggu sebelum doi wisuda, aku ngajak sahabat kecilku, Nandia, buat nemenin aku cari kado wisudanya doi di salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Surabaya. Di sini sebenernya aku rada nggak enak sama Nandia, karena aku belum ngasih kado ulang tahun ke dia, padahal dia ngasih kado ulang tahun ke aku huhu. Maaf ya, Nan. Balik lagi ke topik, karena aku bingung mau ngasih kado wisuda apa ke doi, akhirnya dengan budget pas-pasan, akhirnya aku memutuskan untuk membeli sebuah earphone dan kemeja. Earphonenya beli di Miniso, kemejanya beli di H&M. Soal harga nggak perlu ditanya, sudah pasti menghabiskan jatah jajanku selama 1 bulan.

"Kenapa headset?"
Karena waktu itu handphonenya doi speakernya lagi rusak. Makanya aku berpikiran beliin doi earphone biar kita tetep bisa komunikasi.

"Kenapa kemeja?"
Karena kemeja kan sifatnya tahan lama, bisa dipake beberapa tahun ke depan, dan lebih bermanfaat untuk dia.

Sebelum memutuskan untuk membeli sebuah kemeja dengan harga yang..... lumayan menguras, Nandia melemparkan sebuah pertanyaan, "kamu yakin mau ngado segitu banyaknya? Ntar malah putus", dan dia mengingatkanku kembali ke kejadian dimana aku ngasih kado berupa jaket (dengan harga yang menurutku masih murah) di hari ulang tahunnya Mas itu yang hanya berjarak 9 hari dari hari ulang tahunku, tapi ujung-ujungnya malah (hampir) ditinggal nikah. Dan aku jawab, "yaudahlah, wallahu'alam. Pokok niatku baik".



***

Malam sebelum wisudanya, aku mampir ke penginapan dia, ketemu sama keluarganya dia, sekalian nganterin dia beli makan dan makan malem bareng dia di penginapannya. Besoknya, setelah dia keluar dari gedung, kita foto bareng. Sempet foto sama keluarganya juga. Ehmm.. Monmaap, tolong jangan nanya tentang fotonya ya:) Di situ aku bener-bener canggung sama temen-temennya yang dateng. Beberapa ada yang temen seangkatan juga. Besok paginya, sebelum dia balik ke Bandung, aku ikut CFD-an sama dia, ada keluarganya juga. DAN ITU ADALAH FIRST TIME ku jalan sama keluarganya pacar. Pacar-pacar yang sebelumnya mana pernah yang sampe kaya gitu:'). Pokok intinya aku sueneng banget lah bisa deket sama keluarganya doi. Setelah itu, kita balik ke penginapan.

Beberapa menit setelahnya, aku nganterin doi ke PO Bus yang ada di sekitar Bandara untuk menanyakan kepastian jam keberangkatan dari Malang, sekalian nyetak tiket bus mereka. Singkat cerita, setelah mendapatkan informasi dan e-tiket, kita mampir sebentar ke rumah sepupuku yang ada di daerah Suhat. Iya, aku mengenalkan dia ke mamaku, mas sepupuku, mbak iparku, ponakanku, budeku dan pakdeku. Di sana dia ngobrol-ngobrol ringan sama mama. Cuma sebentar kok, mungkin setengah jam. Setelah itu, kita balik ke penginapan karena emang lagi dikejar waktu.

Sekitar jam 12 siang, doi dan keluarganya pamit balik ke Bandung dong:'). Aku bantuin pesen grab buat mereka.

"Kamu nangis nggak, Ul?"
Nggak sih. Cuma terharu aja, kenapa doi dan keluarganya sebaik itu sama aku. Dan baru kali ini aku ngerasa sangat-amat-diterima di keluarga 'pacar'. Walau sebenernya, aku belum terlalu berani untuk mencintai dan menyayangi dia.



***

Nah, akhir 2018 sampai awal 2019, aku lost contact sama doi, karena emang doi lagi naik gunung waktu itu. Bahkan, ketika temen-temennya yang lain sudah muncul ke permukaan instagram, doi masih bungkam alias nggak menghubungi aku. Beberapa hari setelahnya, doi baru ngabarin aku, dan bilang kalau handphone-nya rusak; layarnya pecah. Dari situ aku ngerasa ada yang aneh sama doi. Kok kayak menghindar dari aku gitu. Tapi yaudah, aku tahan aja. Aku nggak bilang apa-apa, sambil mencoba terus positif thinking disaat temen-temenku udah bilang "Wah, hati-hati, Ul" "dia kok gitu sih" dan blablabla.

Setelah itu, komunikasi kita lancar lagi walaupun kita baru bisa chattingan di pagi dan malam hari. Aku maklumin sih, namanya juga doi baru awal-awal kerja kan, mungkin doi lagi sibuk-sibuknya kerja. Berulang kali aku minta telfonan atau video call-an, tapi doi selalu beralasan kalo speaker handphonenya lagi rusak. Padahal udah ku beliin earphone btw, sia-sia dong earphone pemberianku:') Dan aku juga nggak aneh-aneh di sini. Which mean aku nggak pernah keluar sama cowok. Kalo biasanya aku bakal ngajakin temen cowok buat nonton bareng (yang tau-tau ajalah), ini aku sama sekali nggak ngajakin. Mantanku ngajak chat dan telfonan ya aku tolak. Mas yang (hampir) nikah itu tiba-tiba datang lagi ke kehidupanku juga aku kasih jarak. Semua itu aku lakukan untuk jaga hati.


***

Sampai suatu ketika, doi menghilangkan centang birunya di WA. Dan itu udah ke tiga kalinya doi kayak gitu. Aku ngerasa sebagai pacar, aku harusnya tau apa aja yang dialami doi. Karena selama ini doi emang menghindar terus sama aku. Aku ngerasa kalo 'pacaran' itu cuma sekadar status untuk kita. Selebihnya, kita ini orang asing. Setiap kali ku tanya kenapa, doi selalu jawab no problem. Aku langsung ngambek dong. Aku ngerasa nggak dianggap ada sama doi. Sampai akhirnya, doi bilang "Jangan chat aku dulu deh. Nanti aku chat kalo udah normal". Duhhh sumpah ya, pengen maki-maki dia rasanya:''') 

Di titik ini, ada salah satu temenku yang nanya, "Kamu yakin doi serius sama kamu? Kamu yakin pacarnya si doi cuma kamu?", dan aku cuma bisa jawab, "Wallahu'alam deh. Pokok niatku baik dan nggak aneh-aneh di sini. Toh kalo ternyata nanti dia yang berbuat curang, biar Allah yang bales".

Besoknya atau beberapa hari setelahnya (aku lupa), doi ngechat aku lagi. Doi bilang kalo masalahnya udah kelar. Tapi doi tetep nggak mau cerita. Yaudasih, aku sendiri bukan tipe orang yang suka maksa. Aku cuma bilang, "Alhamdulillah kalo masalahmu udah selesai. Nggak papa kalo kamu masih nggak mau cerita". Setelah itu, komunikasi kita normal kembali. Tapi semakin lama, doi semakin jarang bales chatku. Termasuk di hari liburpun. Pernak kita nggak komunikasi sama sekali pas weekend, doi nggak bales chatku. Aku tetep sabar dan maklum, mungkin doi kecapekan dan lagi pengen istirahat.



***

Masuk bulan baru, si Mas yang hampir nikah itu tiba-tiba nge-chat aku lagi, ngajak video call. Aku yang merasa masih harus jaga hati, cuma bisa bilang, "Aku takut sama calonmu mas". Dan tiba-tiba Mas itu langsung nge-video call aku. Aku yang awalnya nggak tau harus gimana, akhirnya memutuskan untuk menekan tombol accept karena aku masih mau menghargai orang. Di video call yang berdurasi 2 jam itu, doi cerita tentang kisah cintanya yang nggak bisa aku ceritakan disini. Aku sebagai seorang perempuan yang baru dia kenal September 2018, berusaha memberikan saran yaaa walaupun I know saranku ga ada apa-apanya dibandingkan dia yang lebih berpengalaman dari aku. Aku juga rada sedikit ngasih jarak ke Mas itu, karena aku takut bakal baper lagi ke dia. Setelah itu, dia masih sering nge-chat aku tapi chatnya aku balas lama dan singkat. Sampai--sampai Masnya bilang kalau aku orang yang cuek. Tapi kan cuekku demi menjaga hati orang lain huhu.

Di bulan itu, aku emang lagi sibuk-sibuknya. Sibuk di penelitian pendahuluan dan juga sibuk di asisten praktikum. Bahkan, aku udah terbiasa dengan tidak adanya chat dari doi. Mungkin salahku di sini sih. Tapi aku nggak mau ambil pusing. Aku udah pusing mikirin drama penelitian dan asprak, yakali aku pusing mikirin doi yang semakin lama semakin menghilang. Ehe.



***

Sampe suatu malam, doi tiba-tiba nge-chat aku, minta udahan. Hehe. Iya, doi mutusin aku, secara tiba-tiba, tanpa ada angin atau hujan sebelumnya. Doi bilang kalo dia belum bisa berkomitmen yang seperti itu.

"Perasaanmu gimana waktu itu, Ul?"
Aku sedih. Aku nangis. Dan aku down. Ya gimana ya, di saat aku lagi sibuk-sibuknya dan seharusnya lebih disemangatin lagi, malah diputusin. Otomatis aku langsung cerita ke temen-temenku yang dari awal udah tau hubunganku sama doi, dan kebanyakan dari mereka langsung marah, nggak terima sama kelakuan doi. Aku? Cuma bisa sabar. Aku bales chatnya doi dengan otak dingin, walau hati sedang memanas. 

Doi cerita, kalo beberapa minggu yang lalu dia abis jalan sama beberapa cewek, dan doi baper ke cewek itu. Tapi doi nggak tau, cewek itu punya rasa yang sama ke doi apa enggak. Doi juga bilang kalo dia yang salah, dia mau berubah, jadi setia sama satu cewek, tapi dengan cara ngulang dari awal alias menjauhi cewek-cewek yang lagi deket sama dia, termasuk aku; pacarnya. Kampret kan:) Doi yang salah, tapi aku yang nggak tau apa-apa juga ikut jadi korbannya. Doi juga bilang, doi bingung cara mempertemukan orang tuanya dengan orang tuaku gimana kalo semisal kita beneran naik ke jenjang yang lebih serius. Ya I know Bandung - Sidoarjo itu emang sangat-jauh, tapi bukannya kalo di mana ada niat, di situ selalu ada jalan? Toh kita nggak akan pernah tau apa yang akan terjadi ke depannya. Bisa aja beberapa tahun ke depan, aku tinggal di Bandung atau di daerah Jawa Barat. Atau bisa aja beberapa tahun ke depan, dia tinggal di Sidoarjo atau di daerah Jawa Timur. Kenapa segampang itu mutusin, gitu lho.

Padahal besok paginya, aku masih harus ke Laboratorium lagi buat ngelanjutin penelitian pendahuluanku. Siangnya ada rapat asprak. Dan aku bener-bener nggak bisa konsen pada waktu itu. Rasanya mau nangis terus. Segampang itu doi mutusin. Padahal kalo dipikir, pengorbananku udah se-begitu besar buat doi. Aku nemenin doi dari sebelum doi nganggur sampe doi dapet kerja, ya walaupun cuma sebentar sih nemeninnya. Tapi tetep aja hati kecilku sedikit nggak terima sama perlakuan doi kemarin. Astaghfirullah...

Coba tanya hatimu sekali lagi sebelum engkau benar-benar pergi.
Masihkah ada aku di dalamnya? Karena hatiku masih menyimpanmu.
Kisah kita memang baru sebentar, namun kesan terukir sangat indah.
(Fiersa Besari - April)



***

Selepas putus dari dia, aku berusaha mengisi hari-hariku dengan hal yang lebih bermanfaat, dan menghindari toxic yang membuat mood langsung turun. Termasuk menghindari topik tentang doi. Kalo dulu tiap kali aku update story di WA atau di instagram dan berharap kalo doi bakal nge-liat, sekarang alhamdulillah aku udah bodo amat. Bahkan, udah 3 minggu ini aku menghilangkan centang biru di WA, biar aku nggak tau doi ngeliat story WA ku apa enggak. Aku juga nge-mute doi di akun instagramku, biar aku nggak tau kalo doi update story atau ngeposting foto, dan biar aku nggak sedih lagi kalo keinget doi. (Kalo kamu baca postingan ini sampai di tulisan ini, aku minta maaf kalo aku harus se-begitunya ke kamu, karena kamu nggak tau gimana perjuanganku untuk berdamai dengan diriku sendiri kan? Hehe. Nanti kalo aku udah sepenuhnya berdamai dengan diriku sendiri, aku langsung nge-unmute kamu di akun instagramku kok. Walaupun itu nggak ngaruh di dalam hidupmu.)

Aku juga jadi lebih mendekatkan diri ke Allah SWT. Yang awalnya cuma sholat wajib, sekarang jadi sholat qabliyah dan ba'diyah juga. Shalat hajat dan tahajud juga sudah mulai dilakukan, doakan semoga istiqomah ya. Aamiin yaAllah.

"Sekarang gimana keadaan hatimu, Ul?"
Alhamdulillah, sedikit demi sedikit udah mulai pulih kok. Sambil terus berusaha belajar berdamai dengan diriku sendiri. Walaupun sejujurnya, terkadang aku ngerasa emosi kalo tiba-tiba diingatkan tentang hal itu. Rasanya pengen maki-maki doi. Tapi aku sadar, maki-makipun nggak bakal menyelesaikan suatu masalah. Yang ada malah menimbulkan kebencian. Sekarang, aku gantungkan seluruhnya ke Allah SWT. Biar Allah yang mengatur jalannya hidupku.

Beberapa waktu yang lalu doi bilang kalo doi udah ganti handphone. Hehe mungkin doi sengaja mutusin aku dulu baru ganti handphone, biar doi nggak punya rasa bersalah sama aku, dan biar dia nggak keinget aku lagi (hehe apaansi). Lucu ya, pas udah putus, doi malah ganti handphone. Kenapa nggak dari dulu aja ganti handphonenya, sewaktu kita masih pacaran, biar bisa telfonan. Kan salah satu kunci LDR adalah komunikasi. Hehehe. Semoga itu bukan alasan kamu aja supaya kamu bisa putus dari aku:)

Kalo ditanya siapa laki-laki yang ada di hatiku sampai sekarang, jujur, laki-laki itu adalah Mas yang (hampir) nikah. Aku nggak mau munafik lagi, aku masih ada rasa ke dia. Kalo kalian tanya apa alasannya, jawabanku I don't know. Yang jelas, cuma dia yang punya kunci dari hatiku. Iya, aku tau aku salah. Nggak seharusnya aku kayak gitu. Karena kalian tau kalo Mas-nya udah mau nikah, kan? Nggak, aku nggak mau jadi pelakor, kok. Aku juga sadar diri kalo aku ini nggak ada apa-apanya dibanding calonnya dia. Apalagi statusku masih mahasiswi tingkat akhir, belum jadi orang lah kasarannya. Nggak ada yang bisa dibanggakan dari diriku untuk sekarang ini. 



***

Teruntuk Mas yang (hampir) nikah, kalo kamu baca postingan ini dari awal sampai akhir, aku mau bilang kalo sebenarnya aku masih ada rasa sama kamu. Kamu yang tau apa alasannya, kamu yang pegang kunci hatiku. Aku nggak tau siapa jodohku, dan aku juga nggak mau berharap ke manusia. Maka ku serahkan semuanya ke Allah SWT. Kalo pada akhirnya nanti aku mendengar kabar baik tentang pernikahanmu dengan wanita pilihanmu, maka aku akan menjadi orang pertama yang mendoakanmu semoga kalian menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah:).

Sekian lamanya ku melangkah lewati cerita begitu jauh dan berwarna
Namun tetap saja tak ada yang sanggup tandingimu tuk membuatku luluh
Abadi di hati
Kau yang tak pernah hiraukanku, tak pernah pedulikan aku yang selalu kagumi dirimu
(Hanin Dhiya - Suatu Saat Nanti)

Dan teruntuk kamu yang ku maksud dalam cerita ini, kalo kamu baca postingan ini dari awal sampe akhir, aku mau bilang terima kasih karena sudah pernah mampir ke dalam hidupku dan membuat cerita se-indah ini, walau sebentar dan berakhir menyakitkan. Semoga kamu nggak melupakan kata-kata yang pernah kamu ucapkan ke aku, yaitu berusaha menjadi laki-laki yang lebih baik lagi. Selamat tinggal, Mas. Sampai jumpa di cerita berikutnya:)

Andai dulu ku paksakan terus bersamamu, belum tentu kisah kita berdua berakhir bahagia.
Kisah yang mendewasakan kita berdua, meski lewat luka.
(Virgoun - Selamat) 



***

Jodoh, rezeki dan maut sudah ada yang mengatur. Tugas kita adalah terus memperbaiki diri, dan meminta agar di anugerahkan yang terbaik menurut-NYA. Jangan pernah takut dengan ditinggalkan, karena sejatinya nanti kita akan meninggalkan ataupun ditinggalkan. Kalo kamu kehilangan sesuatu, yakinlah Allah akan memberikan pengganti yang lebih baik dari sesuatu itu.

Tetap semangat dan jangan pernah menyerah!

Wassalammualaikum Wr. Wb.





Malang, 27 Maret 2019.
18.58 WIB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#hbc1904 - Euforia Rasa

#hbc1903 - Sesaat yang Abadi (1)

Sayang tapi Nggak Maksa, Gimana tuh Caranya?